Pages - Menu

Minggu, 24 Juni 2012

Satpam Kantor


(Gambar hanyalah fiktif belaka)

Ehm, lama kuperhatikan Pak Wanto, satpam kantor itu. Umurnya hampir 40an, namun badannya masih bagus di balik pakaian satpam hitam2 yang ketet itu ,dan lumayan tinggi walau sedikit ‘ndut’, item, kumisan tipis yang tampak bekas cukuran. Terus terang, aku ada ‘nafsu’ ama dia. Gw banget.
Ada satu kebiasaannya yang membuatku keki. Dia senang sekali mencolek pantatku. Tambah hari kok pantatnya tambah seksi aja sih mas, celutuknya seraya mencolek pantaku bahkan kadang2 meremas kayak gemas gitu. Dan, biasanya hal itu ia lakukan saat aku melewatinya. Bahkan ga peduli betapa banyaknya teman2 sekantor yang tertawa menyambut leluconnya. Awalnya sih aku risih tapi selanjutnya aku cuek.
Ada satu hal yang menarik dari lelaki itu. Sungguh aku penasaran tonjolan yang menggunung di selangkangannya itu. Aku menelan ludah membayangkan ukuran kemaluannya. Aku jadi ‘terobsesi’ ingin menikmatinya.
Nah, hari itu, pertengahan Maret 2007, aku ketemu pak Wanto di lorong menuju toilet. Nampaknya dia baru selesai dari kamar kecil. Melihatku dia mengangguk dan tersenyum nakal. Aku berdebar, duh, gundukan itu membuatku makin penasaran
“eh, mas. Mau ke toilet ya?” sapanya mencoba ramah.
“ya, rame ga di dalam?”
“Ga mas. Sepi aja”
Aku melewatinya dan lagi-lagi tiba-tiba aku rasakan tangannya mencolek pantatku. Pak Wanto tertawa nakal.
“senang ya pak sama pantat saya?”tembakku.
“hehehe.. Bahenol..”
Aku tersenyum ragu membalas tawanya.
“sini deh Pak”panggilku agar dia mendekat. Dia yang semula mau berlalu, memandangku dan melihatku begitu serius segera mendekat.
“ada apa mas?”
“ehm… Saya penasaran Pak” jawabku, “ini apa sih? Kontol atau apa??”
Entah keberanian darimana, tanganku meremas gemas gundukan di selangkangan pak Wanto. Pak Wanto nampak kaget. Namun, ntah dia ga sempat menghindar atau memang pasrah, ga ada perlawanan dari dia.
“Membalas saya ya mas??” ujarnya sambil tertawa
“Habisnya bapak sering nyolek pantat saya. Ya, sesekali dong saya balas saja”
Pak Wanto tertawa lepas. Tanganku yang semula cuma sebentar meremas gundukan itu, kembali dengan berani meremasnya dengan gemas.
“ ini kontol atau apa pak,” celutukku nakal, “kayaknya gede banget Pak”
Pak Wanto nampak tidak menolak saat aku meremas-remas lagi dengan gemas kemaluannya. “ya kontol lah mas. Masa pentungan??” jawabnya sambil tertawa sumbang, mungkin risih karena tanganku masih menempel dan meremas-remas di sana.
“masa sih Pak,” aku kejar terus, ”gede ya Pak?”
“Iya lah. Ini aja belum bangun tuh”
“Akh, ga percaya”
“mau liat??” tiba2 dia menanyakan hal itu. Ehm…
“memang boileh saya liat?”
“klo mas mau buktiin,” tukasnya, “saya buka sekarang”
“Eh, jangan di sini Pak” cegahku saat dia mulai menurunkan risluting celananya, “di dalam, ntar ada yang liat kan malu tuh..”
“ Oh iya ya.. Lupa.. Hehehehe”
Di dalam, lantas kami memilih salah satu toilet di sudut ruangan dan tentu yang tertutup.
“nah, di sini kan aman Pak”
“Jadi mau liatnya?”
“Boleh. Saya penasaran segede apa sih”
Srettt.. Pak Wanto menurunkan risluting celananya lalu tangannya mencoba menyusup ke dalam celananya. Agak kesulitan baginya. Akhirnya, dilepasnya sabuk di pinggangnya melepas pengait celana kain bewarna gelap dan ketat itu. Kulihatlah sekilas gundukan itu dibalik balutan CD coklat tua. Akhirnya….
“Wah, astaga Pak,” gumanku kagum, “gede panjang Pak”
Pak Wanto tertawa seakan bangga dan mungkin senang karena mendapat pujian. Ya. Benda bulat panjang itu berada dalam genggamannya, masih lemas tentu saja, berjuntai indah dengan kepala besar mengecil ke pangkal batangnya yang ditumbuhi bulu lebat, yang pasti tidak pernah dicukur. Benda itu kian eksotik di mataku dengan warnanya yang gelap
“Nah. Sudah percaya kan?” ujar Pak Wanto seraya akan memasukan kembali ‘ular’ itu ke dalam sarangnya.
“Bentar Pak… “ cegahku, “saya belum puas melihatnya….”
Nekad aku pegang benda itu, terasa hangat. Pak Wanto tidak bisa menolaknya. Kugenggam dengan lembut benda itu.
“hihihihi.. Liat Pak,” ujarku, “warna kontol bapak di bandingkan dengan warna tanganku. Kontol bapak jauh lebih hitam tuh”
“Akh.. Mas ini bisa saja.”
Pak Wanto nampak pasrah membiarkanku menggenggam kemaluannya sambil berdecak kagum.
“Pak, ini aja belum bangun udah gede,”pujiku lagi, “gimana klo sudah bangun ya?”
Pak Wanto hanya tertawa kecil mendengar celotehku.
“Coba kita bangunkan yuk” ujarku nakal seraya mengocok pelan kemaluan Pak Wanto.
“Akh.. Kok dikocok mas?”
“Biar aja Pak, “pintaku, “saya pengen liat kontol bapak ini sebesar apa klo sudah mengeras”
“Jangan mas,” tolak pak Wanto, “Nanti klo sudah bangun gimana?”
“Cuman sebentar aja Pak”
“saat ini istri saya lagi datang bulan” terang pak Wanto, “Ntar saya salurkan ke mana? Ini aja sudah 4 hari ga dapat jatah”
“Tenang aja pak….”
Tak sabar lagi aku menanti lama. Aku segera jongkok dan mulai menjilati kepala kemaluan Pak Wanto. Sebentar saja kumasukan kepala kemaluan itu ke dalam mulutku. Aku permainkan dengan lidahku.
“ Mas……”
Pak Wanto nampak berusaha menarik kepala kemaluannya dari dalam mulutku.
“biar aja Pak” pintaku di sela-sela menyedot-nyedot kepala itu, “aku pengen ngisep kontol bapak yang gede”
Aku berusaha sedalam mungkin memasukkan kontol yg masih layu itu ke dalam mulutku hingga menyentuh pangkalnya. Kurasakan bulu-bulu jembutnya yang lebat menggelitiki bibirku. Kurasakan denyut kemaluan pak Wanto dalam mulutku. Puas mengulum benda itu samapi ke pangkalnya, aku mulai memaju-mundurkan mulutku sambil kugelitiki dengan lidahku.
“mas…..”
Pak Wanto nampaknya tidak kuasa menolak lagi. Kemaluannya berdenyut, memanjang, membesar dan tentu saja menegang. Membuatku agak kesulitan mengulum benda itu. Kugenggam pangkal batangnya itu sementara itu aku kian gencar menyedot-nyedot kepala dan sedikit batangnya.
Ada yang kurasakan kurang saat itu. Yah.. Aku kepengen menjilati biji kemaluannya. Segera aku pelorot celananya hingga ke pahanya. Kuangkat kemaluannya yang mulai mengeras itu, kuperhatikan kepala kemaluan itu menyentuh pusarnya yang berbulu lebat merambat ke atas dan ke bawah.
Owww.. Dua buah biji kemaluannya nampak menggantung indah, hitam dan besar pula. Tak sabar aku jilati keduanya bergantian, membuat Pak Warto menggelinjang. Kusedot2 dengan ganas.
“mas…”
Selanjutnya, kembali aku mengisap kepala kemaluannya yang membengkak walau kemaluannya belum begitu maksimal menegang. Kulumat-lumat dengan gemas. Kurasakan tubuh Pak Wanto bergetar-getar.
“mas… Saya mau keluar….”
Pak Wanto seakan mau menarik kemaluannya dari dalam mulutku, ia seakan ga mau air kenikmatannya membuncah dalam mulutku.
“Euhmm… Euhmmm….”
Aku menahannya agar tidak menarik kemaluannya dari dalam mulutku. Suaraku agak tidak jelas karena tersumpal kemaluannya..
“Akh…… Awas mas…”
Aku kian gencar mengisap-isap kemaluan pak Wanto, tubuhnya kian bergetar hebat dan akhirnya…
Crot… Crot… Crot..
Cairan kental hangat dengan bau khas membuncah dari kepala kemaluan Pak Wanto membanjiri mulutku. Saking banyaknya sebagian meleleh di luar bibirku dan menetes ke lantai. Sementara itu yang tersisa di dalam mulutku tertelan masuk tanpa terkontrol… Namun, aku terus mengisap-isap kemaluannya.
“udah mas…..” rintih pak Wanto karena aku masih saja menyedot-nyedot kemaluannya yang item itu mulai melemah dan mngecil.
“Ih, saya belum puas Pak. Kok udah keluar sih?”
“Baru kali ini mas saya dikulum sedemikian enaknya….” ceritanya malu-malu.
“masa?”
“iya. Kebanyakan cewek2 ga mau lama2 ngulum soalnya katanya kebesaran. Bikin cape”
Pak Wanto keluar duluan dari toilet, sementara itu aku keluar terakhir setelah menuntaskan HIP (hak ingin pipis) yang sedikit tertunda tadi.
Saat aku keluar, kulihat pak Wanto masih berada di situ di dekat wastafel sambil merokok. Dia tersenyum nakal dan aku membalasnya dengan canggung.
“Kenapa Pak?” tanyaku seraya membasuh wajahku dan kumur2 di wastafel.
“Ehm, mas sering ya ngulum kontol?” tanyanya, “kayaknya lihai banget”
“Iya…”
“oh… Pantesan enak banget”
“ Tapi bapak cepat keluar, saya kan belum puas”
“Saya udah 4 hari ini ga dapat jatah dari istri, mas” jawabnya, “jujur, tadi di toilet saya lagi ngocok tapi ga selesai soalnya ada Pak Andi sama Pak Ali masuk ke dalam. Saya takut ketahuan. Kan malu” ujar pak Wanto. Pak Andi adalah kabag di kantor kami. Orangnya ganteng dan aku sebenarnya suka tapi aku ngerasa illfeel aja sama dia soalnya he don’t have any bulge on his pants. Kayaknya punya cowok itu kecil aja. 7 tahun berkerluarga, dia belum juga mendapat momongan, kasian dia. Sedangkan Pak Ali wakil direktur, orangnya sih Ok tapi sama lah, setali 3 uang dengan pak Andy, kayaknya punya dia kecil juga walau demikian anaknya sudah 3 orang.
“Bapak mau tahu nggak?” kataku sambil melirik gundukan selangkangannya yang masih saja terlihat menggunung, “air mani bapak enak banget.. Gurih…”
“Hah?!… “dia kaget, “mas minum mani saya??”
Aku tersenyum melihat kekagetannya.
“Pak, saya ke ruangan dulu ya…” Aku pamit dan sekali lagi kuremas the hot bulge itu. Pak Wanto tidak menolak saat tanganku meremas selangkangannya.
Sejak kejadian di toilet, Pak Wanto dan aku masih bersikap biasa saja dan dia masih usil mencolek pantatku. Dan sesekali saat tidak seorang-pun di dekat kami, aku remas selangkangannya. Tapi, kami tidak pernah melakukannya di kantor lagi. Sesekali pak Wanto berkunjung ke kontrakanku sehingga aku bisa menikmati kejantanannya sepuasnya. Suatu saat akan kuceritakan saat2 dia berkunjung ke rumahku.
Ada yang aneh dari sikap teman-teman satpamnya. Mereka selalu memandangiku dengan tatapan nakal dan senyum aneh. Namun, aku cuek saja. Aku rasa aku mendapatkan kesempatan lagi untuk mendapatkan lelaki str8 yang haus seks. Hehehehe

1 komentar:

  1. SETIA... mungkin dalam gay sulit untuk hal 1 ini. tapi bukan hal mustahil. pencarian gay kebanyakan memang identik dg Sex. bukan seorang gay dak punya hati, tapi separuh dari mereka, harus bilang lelah banyak bilang cinta, selalu b'akhir kecewa!
    banyak sekali, dari mereka meniatkan pacaran, kalo dihitung hari paling juga cuma bertahan 2-3bulan saja. kenapa? intinya keinginan awal dari seseorang itu adalah sekedar tuk melampiaskan sex! bukan kebutuhan hati...
    jadi saatnya peka membedakan & menilai dari seseorang yg akan menjadi calon pasangan anda. jangan terlena liat fisik & omongannya!
    jujur dari saya sendiri, sempat menjalani hubungan 3tahun. & kalaupun memang sama2 suka & sayang, itu berasa. tidak akan timpang dalam perhatian. tidak perlu harus mengejar & dikejar. pasti saling! walaupun itu terjadi Long-distance. tapi ada rasa bangga kita merasa bisa dicintai orang, tanpa harus mengeluarkan rupiah!
    dia seorang duda!
    *
    tapi sekarang sudah putus sih, sedang cari2 lagi. yg berbobot lah omongannya!
    & saya mengakui jika saya kurang tertarik tuk menjalin hubungan dengan mereka yg usia dibawah saya (ABG/Brondong). saya menyukai sosok pria dewasa!
    mereka jauh lebih bisa buat adem suasana hati...
    I'm 27yo +62856 64600 785

    BalasHapus